Penjual Nasi Goreng yang Telah Tiada

Belum 4 tahun saya tinggal di rumah yang sekarang. Namun, cukup banyak kejadian yang membuat saya merenung. Silih berganti orang pindah. Keadaan pun sangat dinamis dan tak disangka.

Di tulisan kali ini saya ingin mengenang salah satu penjual nasi goreng langganan saya yang telah meninggal dunia, sekitar sebulan yang lalu. Saya hampir tak percaya dia meninggal dunia.

Waktu pertama kali saya pindah ke rumah yang sekarang (4 tahun lalu), saya penasaran dengan jualannya. Kain “keber”-nya tidak jelas menunjukkan jualan apa. Tapi selalu ramai pembeli. Setelah beberapa lama, akhirnya saya mencoba mendekat dan membeli yang dia jual. Bayangkan, saya sama sekali tidak tahu dia jual apa. Nekat beli saja, karena memang banyak yang beli.

Saat itu, nasi goreng masih harga 10 ribu. Normal sih harga segitu tahun 2017 lalu di daerah rumah saya. Tapi yang bikin keren dan banyak orang beli di dia adalah rasanya yang lumayan enak dan porsinya banyak. Ya, porsi banyak ini yang dikejar banyak orang.

Sebenarnya kalau porsi banyak saja, sebenarnya tak jauh dari sana juga ada, tapi rasanya kurang enak. Masih kalah dengan yang ini.

Penjual nasi goreng ini jualannya dekat sekali dengan rumah saya. Saya tinggal di gang 5, dia jualan di pinggir jalan depan gang 6. Sangat dekat, murah, porsi banyak, bisa dijadikan langganan.

Orang-orang menyebut dia dengan “Cak To”. Sampai sekarang, saya pun tidak tahu nama kepanjangan siapa. Saya pun memanggilnya dengan “Pak To”. Dia asal Lamongan.

Yang unik dari dia adalah dia berjualan selalu bareng dengan istrinya. Anak-anaknya sudah besar dan berumah tangga. Dia ngontrak di gang pas depan gang 5.

Dia pernah bercerita, dulu dia adalah anak yatim. Hidupnya keras. Begitu juga istrinya, anak yatim juga. Dia sering bercerita dia bersyukur dengan keadaan sekarang yang serba cukup. Bahkan kabarnya dia sudah membangun rumah di desanya, hasil dari jualan nasi goreng ini. Tentu saja yang lebih menjadikan parameternya berhasil adalah menjadikan anak-anaknya bersekolah dan sudah kerja mapan.

Dia menjalani peran sebagai penjual nasi goreng justru hanya untuk mengisi waktu dan hiburan karena dengan berjualan bisa bercakap dengan banyak orang. Dia bukan money oriented.

Bahkan di kala nasi goreng lainnya menaikkan harga menjadi 12 ribu di tahun 2019, harga nasi gorengnya tetap 10 ribu. Porsinya memang dibuat agak sedikit. Namun, tetap lebih banyak dari nasi goreng 12 ribu di sekitarnya. Oleh karena itu lah nasi goreng Cak To ini memang jadi andalan saya karena anak saya cukup banyak dan doyan makan. Hehe.

Harga nasi goreng Cak To ini naik jadi 12 ribu sejak awal 2020 lalu. Tapi tidak masalah. Yang lainnya sudah naik sejak 1 tahun berikutnya. Sejak naik jadi 12 ribu, porsinya makin nambah. Seperti porsi saat saya beli di tahun 2017 lalu. Banyak. Bahkan dengan kondisi perut lapar biasa, 1 porsi nasi gorengnya bisa untuk makan 2 orang.

Saya masih ingat, saat sering begadang di tahun 2018-2019 dengan istri karena job menulis, saya seringkali beli nasi gorengnya untuk mengisi perut lapar di tengah malam. Murah dan mengenyangkan.

Tak terasa, waktu begitu cepat. Dia sudah meninggal. Tak ada lagi penjual nasi goreng selegenda dia. Sebelum meninggal, paginya dia kulak bahan nasi goreng. Lalu, dia jatuh. Jatuh ini menyebabkan dia kena stroke. Tak lama dari stroke, kemudian dia meninggal.

Siapa yang tahu, siapa yang mengira. Kematian begitu cepat. Begitu tiba-tiba. Tak jarang membuat geleng kepala.

Selamat jalan, Cak To. Semoga husnul khotimah. Semoga amal-amal kebaikanmu diterima Alloh dan diampuni segala dosamu. Dariku, yang merindukan cita rasa nasi gorengmu.

Bosan Menulis

Sepertinya, aku mengalami kebosanan yang cukup mengganggu. Aku bosan menulis. Padahal menulis adalah pekerjaanku sehari-hari.

Berbeda sekali dengan ngoding. Ngoding itu menyenangkan, meskipun kadang menyebalkan. Ngoding memang ada proses menulisnya, namun lebih banyak proses berpikirnya.

Rencana ini itu, banyak yang menumpuk. Karena memang ada prioritas yang harus diselesaikan terlebih dulu. Sepertinya, aku kebanyakan “ingin” dan tak punya banyak waktu untuk mewujudkannya.

Pilih Mana, Nikah Muda atau Nikah Tua?

Soal nikah ini memang banyak diributkan oleh banyak orang. Ada yang pro nikah muda, ada yang pro nikah entar aja kalo pas udah mapan (dengan kata lain, nikah agak tua lah). Lalu, yang benar yang mana sih, nikah muda atau nikah tua?

Yang benar adalah nikah dengan lawan jenis. Ini mah semua orang tahu yah. Eh ga juga, buktinya ada yang ga tahu loh kalo nikah itu harus dengan lawan jenis.

Sebenarnya, nikah muda atau nikah tua, itu bukan masalah. Yang masalah adalah niatmu nikah itu sebenarnya karena apa? Apakah kamu sudah menyiapkan ilmu tentang pernikahan? Apakah kamu sudah memahami calonmu dengan benar? Jangan-jangan selama ini dia hanya pencitraan.

Bagi seorang muslim—ini karena saya muslim yah, jadi ya ambil kasusnya adalah pernikahan dalam Islam—menikah itu bukan hal merepotkan dan harus wah banget. Tapi bukan berarti tidak penting. Justru penting banget, karena kamu sedang memilih dari rahim mana anakmu nanti keluar.

Ada beberapa hal yang kamu persiapkan sebelum nikah. Sebagai laki-laki, tentu saja adalah modal nikah. Sudah punya penghasilan dan siap mental. Mental ini dibangun dengan belajar ilmu tentang bab nikah. Apa saja itu? Silakan baca buku bab nikah yah, kalo dijelasin ga bakal cukup 10.000 kata.

Jangan pernah menyangka “halah, nikah loh gitu aja, paling ya gitu-gitu aja”. Entar kamu akan terkejut, ternyata memang banyak kejutan dan kadang membuatmu putus asa menghadapinya.

Jadi sebelum terkejut, pastikan kamu punya ilmunya dulu, jadi pas ngejalanin tinggal menikmati kejutannya saja, setidaknya sudah tahu harus ngapain. Semakin kamu tahu banyak hal tentang masalah dan solusi dalam pernikahan, akan semakin mudah. Meskipun nanti faktanya di lapangan sedikit berbeda, rasanya agak lebih menyakitkan gitu lah.

Jika kamu adalah seorang cewek, jangan pernah pengen nikah dan cari calon suami karena kayanya. Ingat, jangan sampai. Banyak orang di luar sana yang sok kaya. Dan yang kaya beneran, biasanya malah diem-dieman dan menyamar.

Utamakan akhlaknya dulu. Lihat akhlak saudara laki-lakinya atau bisa juga lihat akhlak bapaknya. Itu akan memberikan sedikit gambaran tentang siapa cowok tersebut.

Jika kamu seorang cowok, jangan pernah percaya dengan sifat cewek yang sekarang ini kamu lihat. Bisa jadi itu hanya pencitraan. Cara ngecek paling gampang adalah liat kelakuan emaknya atau saudari perempuannya. Di sana kamu akan mendapatkan sedikit gambaran kengerian watak asli cewek tersebut.

Mengapa saya bilang begitu?

Ada loh cowok yang pas masa pacaran sama ceweknya, ceweknya baik banget. Eh pas nikah, hmmm, cowoknya menyesal banget.

Oh, ya satu lagi. Jangan juga kamu terlalu cepat percaya dengan perkataan motivator kalo nikah itu bikin kaya. Bikin kaya sih iya, tapi nanti. Naaaannnttiiiiiii. Tidak instan. Kamu harus diuji dengan berbagai kejadian tidak mengenakkan dan bikin mata banyak menangis.

Dengan ujian itu, kekompakan suami dan istri akan terbentuk, lalu muncullah ide-ide bisnis yang bikin perekonomian keluarga membaik. Tapi ingat, itu nanti dan tidak instan.

Kebanyakan sih yang dengerin motivator ngomong itu orangnya pasti pengen instan. Pas udah nikah, pengen langsung kaya, omset bisnis naik. Faktanya? Malah merosot dan berkeping-keping. Pasalnya memang kamu dan pasanganmu sedang dikalibrasi untuk bisa kompak.

Ingat! Di dunia ini tidak ada yang instan. Semua butuh proses. Buktinya kamu sekolah berapa tahun hayo? Hehe. Dengan sekolah yang bertahun-tahun itu apa sudah bisa buang sampah pada tempatnya? Ternyata masih banyak toh yang buang sampah sembarangan.

Itu artinya apa? Proses yang lama pun juga belum tentu membuahkan hasil, jika kamu tidak perhatian dengan apa yang kamu alami/dapatkan dari pengalaman.

Akhir kata, kalo saya ditanya mending mana nikah muda atau nikah tua? Saya jawab, mending dua-duanya. Nikah saat umur masih muda, merintis usaha, lalu sukses. Kalo udah sukses, nikah lagi saat tua. Paham maksud saya? Maksudnya adalah ta’addud/poligami.

Facebook Down 3 Jam Lebih

Malam ini cukup mengagetkan ketiga saya menjumpai Facebook down lebih dari 3 jam. Awalnya sih sedikit ragu, tapi WhatsApp saya selalu minta cek koneksi dari tadi selepas Maghrib. Semua layanan yang berada di bawah naungan Facebook, ikut down.

Awalnya saya curiga apakah koneksi IndiHome di rumah saya sedang berulah. Etapi ketika buka blog saya, lah kok bisa. Bahkan saya coba pakai VPN buat buka Facebook, juga tidak bisa. Buka Twitter bisa. Dan di Twitter langsung rame pada bilang Facebook down. Haha.

Sepertinya manfaat Twitter adalah untuk memastikan apakah Facebook beneran down atau tidak.

Beberapa minggu yang lalu juga sempat ramai Facebook dan kroninya down. Efeknya adalah banyak sekali orang yang beralih menginstal dan menggunakan Telegram. Ya mungkin CEO Telegram-nya juga kaget, lah kok banyak yang instal, eh tahunya WhatsApp lagi down. Hehe.

Udah segitu curhat saya kali ini. Pelajaran yang didapat dari kejadian ini adalah jangan selalu mengandalkan Facebook. Jangan kayak saya, login akun Bukalapak, Flip, dan beberapa aplikasi lainnya saya menggunakan Facebook. Pas Facebook down, udah deh ga bisa login. Pengennya sih ringkas biar ga menghapal banyak password, tapi kalau sudah kejadian kayak gini, bingung juga.

Untunglah selepas saya mengakhiri tulisan ini, Facebook sudah bisa diakses kembali.