Beberapa minggu yang lalu saya lihat banyak sekali pengguna WordPress yang mengeluh saat update ke WordPress 5.0. Saya melihat berkali-kali posting anggota dari grup Facebook WordPress Indonesia yang memposting masalah yang dihadapinya setelah update.
Yang paling mencolok adalah masalah text editor yang sudah berubah menjadi Gutenberg. Karena kegaduhan ini pun, saya menangguhkan update ke WordPress 5.0.
Tapi, karena rasa penasaran yang tinggi, akhirnya saya update juga. Tentu saja saya coba di blog ini. Blog yang tidak seberapa banyak kontennya. Seandainya ada error-pun, tidak begitu membuat saya kepikiran. Hehe.
Saya pun mengeklik tulisan “Please update now” dengan keberanian yang tinggi. Cukup menunggu beberapa menit saja, WordPress 5.0.2 sudah terpasang di blogisme.com ini.
Yey! Sudah terpasang WordPress 5.0.2. Selanjutnya saya mengeksplorasi tulisan saya yang sebelumnya. Saya edit, apakah yang terjadi ketika sudah menggunakan Gutenberg.
Ketika saya buka tulisan lama, ternyata masih menggunakan Classic Editor. Mungkin karena sudah versi 5.0.2 yah, jadi tidak ada isu error tulisan lama tidak bisa dibuka.
Ada pilihan “Convert to Blocks” yang bisa kamu pilih mengubahkan ke mode blok gaya Gutenberg. Saya klik pilihan itu. Taraa!!!
Setelah mengeklik pilihan tersebut, maka tulisanmu akan berubah mode blok Gutenberg. Kamu bisa melakukan pembatalan konversi (Undo) dengan menekan Command+Z (di macOS) atau Ctrl+Z (di Windows).
Sebenarnya menulis menggunakan Gutenberg ini tidak sesusah yang saya bayangkan. Awalnya saya pikir bakal jadi lama karena harus klak-klik bikin blok dulu. Padahal tekan ENTER saja sudah jadi blok baru (dalam Classic Editor dikenal dengan paragraf).
Itu saja sih komentar saya mengenai text editor Gutenberg WordPress 5.0 yang cukup menuai kontroversi ini. Saya tunggu komentarmu tentang hal ini. Bisa kasih komentar di bawah ini.
Kalau pengen lebih kerasa bedanya, coba bikin konten yang lebih dalam..
Misal, konten tutorial atau dokumentasi yang di dalamnya ada beberapa level heading selain paragraf. Terus tambahin juga list dan konten multimedia yang di embed dari sumber lain. Nanti pasti mulai kerasa plus minusnya.
Yang sudah kelihatan kemarin kan cukup jelas, gak semua plugin mau dipasang bareng sama Gutenberg. Harus milih salah satu. Ini diantara hal yang berpotensi bikin developer sakit kepala.
Kalo ada level heading, aku rasa tidak masalah. Nah, kalo embed konten, ini aku yang belum coba.
Sepertinya yang paling terasa adalah model editor Page Builder, Visual Composer, Elementor, dan sejenisnya. Untuk user sepertiku yang nulis cuma butuh heading, paragraf, dan gambar; sepertinya aman-aman saja.